Kamis, 21 April 2011

NEKROSIS PULPA


Karies merupakan salah satu penyakit tertua yang telah ada sejak 14.000 tahun yang lalu. sesuai dengan hasil survei kesehatan rumah tangga (SKRT) 2004 yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan menyebut prevalensi karies gigi di Indonesia adalah 90,05 persen. Karies yang berlanjut lambat laun akan mencapai bagian pulpa dan mengakibatkan peradangan pada pulpa. Walton mengklasifikasikan keradangan pada pulpa terdiri dari pulpitis reversibel, pulpitis irreversibel, degeneratif pulpa dan nekrosis pulpa.
Salah satu fungsi utama jaringan pulpa adalah formatif yang diperankan oleh odontoblas untuk membentuk dentin primer, sekunder maupun dentin reparatif. Dentin primer terbentuk di saat gigi dalam pertumbuhan, dentin sekunder terbentuk setelah gigi erupsi, sedangkan dentin tersier atau reparatif dibentuk sebagai repons terhadap rangsangan.
Jaringan pulpa mudah merespon dengan adanya rangsangan, baik rangsangan fisis, kimia maupun bakteri. Jaringan pulpa membentuk dentin reparatif sebagai respon, selain itu juga menimbulkan rasa nyeri yang merupakan sinyal sebagai tanda bahwa jaringan pulpa dalam keadaan terancam. Oleh karena adanya hubungan timbal balik antara jaringan pulpa dan periapikal, maka jaringan pulpa yang mengalami keradangan dan tidak dirawat atau perawatannya kurang baik maka penyakit pulpa dapat menjalar  ke daerah periapikal.
Terlepas dari konfigurasi anatomisnya dan beragam iritan, pulpa bereaksi terhadap iritan ini sebagaimana reaksi jaringan ikat uang lain. Cidera pulpa mengakibatkan kematian sel dan menyebabkan inflamasi. Derajat inflamasinya proporsional dengan intensitas dan keparahan kerusakan jaringannya. Cidera ringan, misalnya karies insipient atau preparasi kavitas yang dangkal, hanya menimbulkan inflamasi sedikit saja atau bahkan tidak sama sekali. Sebaliknya, karies dalam, prosedur operatif yang luas atau iritasi yang terus-menerus pada umumnya akan menimbulkan kelainan inflamasi yang lebih parah. Bergantung pada keparan dan durasi gangguan dan kemampuan pejamu untuk menangkalnya,respons pulpa berkisar antra inflamasi sementara(pulpitis reversible)sampai pada pulpitis yang iireversibel,dan kemudian menjadi nekrosis total.
Sebab – sebab penyakit pulpa
Penyebab penyakit pulpa secara umum yaitu fisis, kimiawi dan bacterial.
1.      Sebab-sebab fisis
a.Injuri mekanis
            Injuri ini biasanya disebabkan oleh trauma atau pemakaian patologi igi. Injuri traumatic data disertai atau tidak disertai oleh fraktur mahkota atau akar. Trauma tidak begitu sering menyebabkan injuri pulpa pada orang deasa disbanding pada anak-anak. Injuri traumatic pulpa mungkin disebabkan pukulan keras pada gigi waktu perkelahian, olahraga, kecelakaan mobil, kecelakaan rumah tangga. Kebiasaan seperti membuka jepit rambut dengn gigi, bruxisme / kerot kompulsif, menggigit kuku dan menggigit benang oleh penjahit wanita mungkin juga mengakibatkan injuri pulpa yang dapat mengakibatkan matinya pulpa. 
b. Injuri Termal
            Sebab-sebab termal injuri pulpa adalah hal yang tidak biasa. Panas karena preparasi kavitas, penyebab utama adalah panas yang ditimbulkan oleh bur atau diamond pada waktu preparasi kavitas. Mesin bur berkecepatn tinggi dan bur karbit dapat mengurangi waktu preparasi, tetapi dapat juga mempercepat matinya pulpa bila digunakan tanpa pendingin. Panas yang dihasilkan cukup menyebabka kerusakan pulpa yang tidak dapat diperbaiki lagi.
2.      Bahan Kimiawi
Bahan kimiawi sebagai penyebab injuri pulpa mungkin adalah yang paling tidak biasa,walaupun pada suatu waktu adanya aresnik di dalam serbuk semen-silikat dan penggunaan pasta untuk menghilangkan sensasi(desensitizing paste) yang mengandung paraformaldehida dicatat sebagai penyebab matinyapulpa pada gigi insisivus yang paling sering. Pulpa tahan terhadap semen polikarboksilat. Aplikasi suatu pembersih kavitas pada lapisan dentin yang tipis dapat menyebabkan inflamasi pulpa.
3.      Bacterial
Pada tahun 1984, W.D. Miller menunjukkan bahwa bakteri merupakan kemungkinan penyebab inflamasi di dalam pulpa. Penyebab paling umum injuri pulpa daalah bkterial. Bakteri atau produk-produknya mungkin masuk ke dalam pulpa melalui keretakan pada dentin, baik dari karies ataau terbukanya pulpa elah karena kecelakaaan, daari perlokasi disekeliling suatu restorasi, dari perluasan infeksi dari gusi/melalui peredaraan darah. Meskipun jalan peredaraan sukar untuk dibuktikan, beberapa fakta eksperimental menunjukkan bahwa hal ini dimungkinkan(efek anakoretik). Mikroorganisme berperan penting dalam genesis penyakit pulpa. Ada atau tidak adnya iritasi bakteraial adalah faktor penentu dalam kelangsungan hidup pulpa begitu pulpa terbuka secara mekanis. Meskipun terdapat inspaksi makanan, pembentukan jembatan dentin terjadi pada tikus genotobiotik (suci hama)  setelah terbukanya pulpa. Sebaliknya, nekrosis pulpa, pembentukan abses, dan granuloma berkembang pada pulpa tikus yang terbuka yang dijaga dalam kondisi labiratori biasa. 
Sekali bakteri mengadakan invasi dalam pulpa, kerusakan hampir selalu tidak dapat diobati. Laporan dari studi kecil tentang pulpitis dengan rasa sakit menyatakan : ‘pulpitis dan  terbukanya pulpa yang sebenarnya, apakah berhubungan dengan karies dalam, restorsi dalam, atau penyebab lain berjalan berdampingan. Tidak ada korelasi antara keparahan rasa sakit dan tingkat keterlibatan  pulpa.
NEKROSIS PULPA
Nekrosis pulpa merupakan kematian pulpa yang merupakan proses lanjutan dari inflamasi pulpa akut/kronik atau terhentinya sirkulasi darah secara tiba-tiba akibat trauma. Nekrosis pulpa dapat terjadi parsialis ataupun totalis3. Ada 2 tipe nekrosis pulpa, yaitu:
1. Tipe koagulasi
Pada tipe ini ada bagian jaringan yang larut, mengendap dan berubah menjadi bahan yang padat.
2. Tipe liquefaction
Pada tipe ini, enzim proteolitik merubah jaringan pulpa menjadi suatu bahan yang lunak atau cair3. Pada setiap proses kematian pulpa selalu terbentuk hasil akhir berupa H2S, amoniak, bahan-bahan yang bersifat lemak, indikan, protamain, air dan CO2. Diantaranya juga dihasilkan indol, skatol, putresin dan kadaverin yang menyebabkan bau busuk pada peristiwa kematian pulpa. Bila pada peristiwa nekrosis juga ikut masuk kuman-kuman yang saprofit anaerob, maka kematian pulpa ini disebut gangren pulpa.

ETIOLOGI NEKROSIS PULPA
Nekrosis atau kematian pulpa memiliki penyebab yang bervariasi, pada umumnya disebabkan keadaan radang pulpitis yang ireversibel tanpa penanganan atau dapat terjadi secara tiba-tiba akibat luka trauma yang mengganggu suplai aliran darah ke pulpa. Meskipun bagian sisa nekrosis dari pulpa dicairkan atau dikoagulasikan, pulpa tetap mengalami kematian. Dalam beberapa jam pulpa yang mengalami inflamasi dapat berdegenerasi menjadi kondisi nekrosis.
Penyebab nekrosi lainnya adalah bakteri, trauma, iritasi dari bahan restorasi silikat, ataupun akrilik. Nekrosis pulpa juga dapat terjadi pada aplikasi bahan-bahan devitalisasi seperti arsen dan paraformaldehid. Nekrosis pulpa dapat terjadi secara cepat (dalam beberapa minggu) atau beberapa bulan sampai menahun. Kondisi atrisi dan karies yang tidak ditangani juga dapat menyebabkan nekrosis pulpa. Nekrosis pulpa lebih sering terjadi pada kondisi fase kronis dibanding fase akut.

PATOFISIOLOGI NEKROSIS PULPA
Jaringan pulpa yang kaya akan vaskuler, syaraf dan sel odontoblast; memiliki kemampuan untuk melakukan defensive reaction yaitu kemampuan untuk mengadakan pemulihan jika terjadi peradangan. Akan tetapi apabila terjadi inflamasi kronis pada jaringan pulpa atau merupakan proses lanjut dari radang jaringan pulpa maka akan menyebabkan kematian pulpa/nekrosis pulpa. Hal ini sebagai akibat kegagalan jaringan pulpa dalam mengusahakan pemulihan atau penyembuhan. Semakin luas kerusakan jaringan pulpa yang meradang semakin berat sisa jaringan pulpa yang sehat untuk mempertahankan vitalitasnya.
Nekrosis pulpa pada dasarnya terjadi diawali karena adanya infeksi bakteria pada jaringan pulpa. Ini bisa terjadi akibat adanya kontak antara jaringan pulpa dengan lingkungan oral akibat terbentuknya dentinal tubules dan direct pulpal exposure, hal ini memudahkan infeksi bacteria ke jaringan pulpa yang menyebabkan radang pada jaringan pulpa. Apabila tidak dilakukan penanganan, maka inflamasi pada pulpa akan bertambah parah dan dapat terjadi perubahan sirkulasi darah di dalam pulpa yang pada akhirnya menyebabkan nekrosis pulpa. Dentinal tubules dapat terbentuk sebagai hasil dari operative atau restorative procedure yang kurang baik atau akibat restorative material yang bersifat iritatif. Bisa juga diakibatkan karena fraktur pada enamel, fraktur dentin, proses erosi, atrisi dan abrasi. Dari dentinal tubules inilah infeksi bakteria dapat mencapai jaringan pulpa dan menyebabkan peradangan. Sedangkan direct pulpal exposure bisa disebabkan karena proses trauma, operative procedure dan yang paling umum adalah karena adanya karies. Hal ini mengakibatkan bakteria menginfeksi jaringan pulpa dan terjadi peradangan jaringan pulpa.
Nekrosis pulpa yang disebabkan adanya trauma pada gigi dapat menyebabkan nekrosis pulpa dalam waktu yang segera yaitu beberapa minggu. Pada dasarnya prosesnya sama yaitu terjadi perubahan sirkulasi darah di dalam pulpa yang pada akhirnya menyebabkan nekrosis pulpa. Trauma pada gigi dapat menyebabkan obstruksi pembuluh darah utama pada apek dan selanjutnya mengakibatkan terjadinya dilatasi pembuluh darah kapiler pada pulpa. Dilatasi kapiler pulpa ini diikuti dengan degenerasi kapiler dan terjadi edema pulpa. Karena kekurangan sirkulasi kolateral pada pulpa, maka dapat terjadi ischemia infark sebagian atau total pada pulpa dan menyebabkan respon pulpa terhadap inflamasi rendah. Hal ini memungkinkan bakteri untuk penetrasi sampai ke pembuluh dara kecil pada apeks. Semua proses tersebut dapat mengakibatkan terjadinya nekrosis pulpa.

MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS NEKROSIS PULPA
Nekrosis pulpa dapat terjadi parsial atau total. Tipe parsial dapat memperlihatkan gejala pulpitis yang ireversibel. Nekrosis total, sebelum mengenai ligamentum periodontal biasanya tidak menunjukkan gejala. Tidak merespon terhadap tes suhu atau elektrik. Kadang-kadang bagian depan mahkota gigi akan menghitam. Tampilan radiografik pada destruksi tulang ataupun pada bagian yang mengalkami fraktur merupakan indikator terbaik dari nekrosis pulpa dan mungkin membutuhkan beberapa bulan untuk perkembangan. Kurangnya respon terhadap test suhu dan elektrik tanpa bukti radiografik adanya destruksi tulang terhadap bagian fraktur tidak menjamin harusnya terapi odontotik.
Nekrosis pulpa pada akar gigi menunjukkan terjadi dari 20%-40%. kejadian dari nekrosis pulpa terlihat tidak berhubungan dengan lokasi terjadinya fraktur akar gigi pada apikal, tengah ataupun bidang insisial tetapi lebih berhubungan dengan kavitas oral taupun beberapa dislokasi segmen insisial. Jika ada bukti pada portiokoronal pulpa, ini secara umum dipercaya bahwa segmen apikal akan tetap berfungsi. Perawatan edontotik adapun biasanya dilakukan pada segmen koronal pada kanal akar gigi.
Kemampuan diagnostik dokter benar-benar diuji ketika terdapat beberapa kanal pada gigi. Misalnya gigi molar yang memiliki 3 kanal, dengan kanal pertama tetap intak dan sehat, kanal kedua mengalami inflamasi akut, dan kanal ketiga mengalami nekrosis2. Lingkungan pulpa memiliki keunikan dibandingkan dengan jaringan lunak tubuh lainnya. Karena pulpa memiliki lingkungan “non compliant” yang menyebabkan produk inflamasi lebih lambat dihilangkan dibandingkan jaringan lunak tubuh yang lain. Keadaan ini menyebabkan terjadinya destruksi lokal dalam jaringan pulpa. Anamnesis pada nekrosis pulpa berupa tidak ada gejala rasa sakit, keluhan sakit terjadi bila terdapat keradangan periapikal. Pemeriksaan perkusi tidak didapatkan nyeri dan pada palpasi juga tidak terdapat pembengkakan serta mobilitas gigi normal. Foto rontgen gigi biasanya normal kecuali bila terdapat kelainan periapikal terjadi perubahan berupa radiolusen.

4 komentar:

  1. Terimakasih
    Informasi yang sangat bermanfattt

    jgn lupa mampir ya http://studentalshop.com

    BalasHapus
  2. gigi yg kena nekrosis masih bisa dipulihkan gak ya kak?
    makasih..

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih atas informasinya , salam kami dari perawat gigi tasikmalaya :)

      Hapus
    2. kalau dokter melihat giginya masih bisa dipertahankan pasti akan dilakukan perawatan sampai akhir agar ditambal permanen, tetapi jika dokter melihatnya sudah tidak bisa ditambal maka akan dilakukan pencabutan.

      (bantu jawab) maaf kalau salah, ini yang saya tau selama psg. terimakasih.

      Hapus